Haiii... Aku kembali nih, kali aku mau publish essai aku yang aku ikutkan ke
ajang Parlemen Remaja 2015 kemarin. Jadi, tadi pagi ada salah seorang teman yang
minta file essai ini lewat e-mail, setelah dipikir-pikir akan lebih baik
kalau aku publish di blog aja untuk
referensi teman-teman yang lain juga. By
the way, sebetulnya aku gak lolos parlemen remaja, lho, hiks. Nilai essainya
lumayan tinggi, cuman nilai di CV-nya kurang jadi gak lolos. Padahal hampir
saja, ya L
Tapi, gak apa-apa. Bukan rezekinya memang, mungkin diminta gantian sama yang di atas karena waktu itu aku juga baru pulang dari Jakarta setelah perlombaan LCC 4 Pilar MPR RI, jadi udah ngerasain rapat di gedung Nusantara IV dan V hehehe. Aku buat essai juga baru kali ini
aja, wkwkwk. Ya udahlah, ini dia essai yang aku buat kemarin. Semoga bisa
membantu teman-teman yang mau ikut Parlemen Remaja tahun depan. Dan ingat,
referensi, lho, ya, bukan copas? Malu dong kalau copas punya orang, kan udah
dikasih akal pikiran sama Tuhan YME.
Obat
Untuk Indonesia
Oleh:
Hilda Febrina
Tujuh puluh tahun sudah
Indonesia merdeka, sudah cukup lama. Jika diibaratkan manusia, Indonesia sudah
pasti tua dan rentan terserang penyakit mematikan yang mampu menyebabkan
kematian. Satu saja penyakit mematikan yang menyerang, maka Indonesia harus
mendapat pengobatan sesegera mungkin. Pengobatan yang mampu menumpas seluruh
bibit penyakit di dalam tubuh Indonesia.
Seperti manusia pada
umumnya, saat baru lahir tidak langsung mampu berjalan, tetapi mulai belajar
dari merangkak. Namun roda kehidupan yang terus berputar pasti menghantarkan
manusia pada fase di mana akan kembali berjalan tertatih-tatih, menggunakan
alat bantu jalan, atau bahkan merangkak disebabkan fisik sudah mengalami
diferensial fungsi. Begitupula dengan manusia bernama Indonesia. Di usianya
yang menginjak tujuh puluh tahun, ternyata Indonesia mulai kembali merangkak.
Hal ini agak lebih cepat daripada yang diperkirakan. Namun satu hal yang paling
disayangkan adalah penyebab Indonesia jatuh sakit dan harus merangkak bukanlah
serangan dari luar, tetapi karena ada begitu banyak persoalan yang berkecamuk
dari dalam tubuh Indonesia sendiri.
Memang benar apa kata
Presiden Soekarno, perjuangannya lebih mudah daripada kita yang lahir
belakangan, sebab lawan kita adalah orang-orang dari bangsa kita sendiri. Kita
hidup di zaman di mana orang-orang hanya berjuang untuk kemerdekaannya
masing-masing. Contoh paling nyata adalah orang-orang berkedok wakil rakyat yang
sering diagung-agungkan sebagai Dewan Perwakilan Rakyat.
Ada begitu banyak
polemik yang bermunculan apabila kita berbicara tentang tiga kata “terhormat”
ini. Salah satunya adalah, apakah mereka menjalankan tugasnya sebagai wakil
rakyat dengan baik? Kalau pertanyaan tersebut dilontarkan kepada saya, maka
jawabannya adalah, “Oh, iya, tentu saja, mereka menjalankan tugasnya dengan
baik. Saya ingin kaya raya, mereka wakilkan. Saya ingin punya mobil mewah
gratis, mereka wakilkan. Saya ingin jalan-jalan keluar negeri gratis, mereka
juga wakilkan.”
Sampai di sini, saya
masih ingin mencoba berpikir positif. Mungkin, kebanyakan anggota DPR yang menjabat
sekarang hanya tidak tahu persis tugas apa yang harusnya dia lakukan hingga
terjadi distori fungsi wakil rakyat. Namun semakin saya mencoba berpikir
positif, maka semakin banyak pula fakta kegagalan DPR dalam menjalankan tugas
sebagai wakil rakyat terkuak ke permukaan. Pikiran positif dan rasa percaya
kepada DPR yang tadinya “Menggunung” akhirnya berubah menjadi luapan kekecewaan
manakala melihat keadaan Indonesia sekarang. Berikut adalah daftar beberapa
kegagalan dan penyimpangan DPR dalam menjalankan fungsi serta haknya sehingga
menimbulkan penyakit internal pemerintahan.
1. Fungsi
Legislasi
DPR menunjukan dengan sangat jelas
adanya kegagalan dalam menjalankan fungsi legislasi. Salah satu contohnya saat
partai oposisi di DPR dengan tanpa tedeng aling-aling menginginkan adanya UU
pemilu kepala daerah lewat DPRD tidak lama setelah terpilihnya Joko Widodo
sebagai Presiden Republik Indonesia. Para anggota DPR asal partai oposisi ini
tanpa malu-malu menunjukkan bahwa mereka ingin mengamankan kekuasaannya dari
partai pemenang Pilpres melalui kepala daerah yang nantinya mereka pilih. Hal
ini mengindikasikan bahwa wewenang membentuk UU yang ada di DPR sekarang tidak
lagi memperhatikan keinginan rakyat, namun berdasar pada apa kebutuhan partai
pendominasi kursi di DPR.
Perdebatan panjang antaranggota DPR ini
juga seringkali menyebabkan lamanya proses pembentukan suatu UU disebabkan
masing-masing anggota berusaha untuk mendahulukan pesanan partai. Dampak dari hal ini adalah sampai dengan
juli 2015 baru ada dua UU yang disahkan oleh prolegnas dari target 160 UU di
tahun 2014-2019. Jumlah ini jelas sangat mengkhawatirkan apabila dibandingkan
dengan DPR Korea Selatan yang telah menghasilkan lebih dari 1.000 UU dalam satu
periode.*
2. Fungsi
Anggaran
Kedudukan DPR dalam fungsi anggaran yang
sesungguhnya bertujuan untuk membahas (termasuk mengubah) RAPBN dan menetapkan
APBN agar tercapai tujuan bernegara seringkali melebihi batas kewenangan,
bahkan cenderung tidak masuk akal.
Sumber referensi: http://news.detik.com/berita/2961337/dpr-korsel-selesaikan-1000-uu-satu-periode-dpr-ri-baru-selesaikan-2-uu
|
Penyimpangan pada fungsi ini sering
terjadi karena adanya kongkalikong antara pejabat negara agar meloloskan
sejumlah anggaran yang tidak seharusnya ada untuk selanjutnya dialirkan ke
kantong-kantong maling berdasi.
Salah satu penyimpangan yang dewasa ini
terjadi adalah kasus Dana Aspirasi Rakyat, di mana DPR secara tidak langsung
menyatakan bahwa mereka memiliki hak menggunakan anggaran karena memiliki
fungsi anggaran. Peristiwa ini membuat saya berpikir bahwa Indonesia harus
berhenti mengumandangkan kalimat “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat”
lalu menggantinya dengan “Dari Rakyat, Oleh Negara, dan Untuk DPR”.
3. Fungsi
Pengawasan
Fungsi pengawasan yang merupakan
penjabaran lebih lanjut dari sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi
antar lembaga negara (checks and balances
system) sebagai langkah penciptaan kontrol efektif pengelolaan negara seringkali
diselewengkan oleh partai oposisi di DPR untuk menyerang lembaga eksekutif.
Dalam menjalankan fungsinya, DPR
memiliki hak angket, hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat. Hak-hak
inilah yang kemudian disalahgunakan oleh DPR sebagai alat untuk kepentingan
politik tertentu, seperti dimanfaatkan melawan lembaga eksekutif apabila
terjadi hal yang dianggap merugikan DPR. Dampak dari terjadinya hal ini akan
menyebabkan terganggunya stabilitas politik dan pemerintahan. Kinerja
pemerintah akan terhalang sebab selalu dirongrong oleh DPR hampir di setiap
langkahnya. Padahal, masa jabatan aparatur pemerintah masih baru berjalan dan
kebijakan-kebijakan yang dibuat sedang dalam proses pengerjaan.
Adanya fungsi pengawasan yang membuka
peluang terhadap terjadinya berbagai serangan kepada pemerintah ini juga
seringkali membuat DPR lupa akan tugasnya sebagai lembaga legislatif.
Jika ditinjau kembali, pendapat saya akan kinerja DPR yang ada sekarang
bisa dikatakan sebagai komentar kebencian. Namun, perlu digaris bawahi bahwa
saya sebagai warga negara Indonesia tentu tidak ingin membiarkan negara ini
semakin sekarat. Apalagi penyebabnya berasal dari dalam tubuh Indonesia itu
sendiri. Dalam hal ini, penyebabnya tentu bukan hanya kegagalan DPR, namun
seluruh warga negara.
Kita dapat mengambil
contoh peristiwa nilai tukar dollar ke rupiah yang terus melambung tinggi.
Hampir semua orang menyalahkan Joko Widodo tanpa mau tahu kenapa nilai tukar
rupiah melemah dan bagaimana cara mengatasinya. Sebagian rakyat hanya terus
merengek agar Joko Widodo segera memperbaiki masalah perekonomian nasional yang
mencekik leher tanpa ikut memberikan saran dan/atau memosisikan diri tentang betapa
sulitnya menjadi seorang Presiden dari negara yang sedang sekarat.
Bercermin dari
persoalan tersebut, saya tidak ingin hanya menjadi warga negara yang
terus-terusan mengupas keburukan DPR dan membuat Indonesia semakin kuyu karena
ditinggali oleh orang-orang cuma mampu saling menyalahkan. Kegagalan DPR ini
justru mencambuk saya agar tidak hanya mengritik tetapi juga berusaha menemukan
obat untuk menyembuhkan Indonesia dengan menjadi anggota DPR yang selanjutnya.
Andai saya menjadi
anggota DPR, saya tidak akan muluk-muluk menebar janji manis seperti menghibahkan
60% gaji saya kepada masyarakat tidak mampu atau mengubah Indonesia menjadi
negara terkaya di dunia karena segala sesuatu di DPR tidak dapat dilakukan
sendiri, tetapi memerlukan persetujuan bersama. Lagipula, semakin banyak janji
maka akan semakin banyak pula yang diingkari. Satu hal pasti yang saya ingin
perjuangkan jika menjadi anggota DPR adalah membantu membangun DPR menuju
parlemen modern dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Mengubah
citra DPR dari penguasa menjadi pelayan rakyat
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian rakyat
Indonesia memang membenci DPR. Salah satu penyebabnya adalah karena DPR itu
sendiri. Para anggota DPR seringkali meminta fasilitas mewah dengan alasan menunjang
kinerja, salah satunya adalah uang muka mobil pribadi. Namun, di saat yang
bersamaan rakyat tidak merasakan dampak apapun dari penggunaan mobil pribadi tersebut,
kecuali macetnya jalanan akibat mobil dinas yang mau lewat.
Untuk itu saya mengusulkan adanya
penghapusan dana fasilitas pribadi anggota DPR agar dialihkan kepada hal lain
yang lebih krusial, misalnya untuk mengatasi ketidakmerataan pembangunan dan
pendidikan di Indonesia dengan maksud meningkatkan kualitas generasi muda calon
penerus bangsa.
Selain itu, saya juga tidak akan malu
untuk berpergian menggunakan angkutan umum seperti David Cameron, perdana
menteri Inggris yang setiap harinya pergi ke kantor menggunakan kereta. Hal ini
juga dimaksudkan untuk menghilangkan sekat kesenjangan yang ada di antara DPR
dan rakyat.
2. Memfungsikan
DPR sebagai wakil rakyat yang benar-benar berbasis aspirasi rakyat
Dari kacamata saya, DPR yang menjabat
sekarang belum benar-benar berperan sebagai wakil rakyat. Permasalahannya bukan
hanya pada anggota DPR yang selalu mementingkan kelompok, namun juga karena
rakyat Indonesia belum berkesadaran secara politik. Keadaan ini seringkali
menyebabkan terjadi kesalahpahaman antara DPR dan rakyat sehingga jurang
pemisah persatuan itu semakin menganga lebar.
Untuk itu saya akan mensosialisasikan
segala peraturan perundang-undangan dan apa saja fungsi serta wewenang DPR
melalui berbagai media sosial termasuk internet. Hal ini saya lakukan agar
setiap warga negara Indonesia tidak buta hukum dan bisa membantu memberikan
pemikirannya untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia
lewat media surat serta website. Akhirnya,
negara pun tidak perlu mengelontorkan dana triliunan untuk revitalisasi gedung
kompleks parlemen seperti yang telah direncanakan dalam progam DPR menuju
parlemen modern sekarang. Selain tidak menguras anggaran negara dan menutup
peluang terjadinya penggelapan dana, program ini juga jauh lebih efisien karena
warga Indonesia telah melek teknologi serta program penyampaian aspirasi ini
dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat. Berbeda apabila yang pilih adalah
revitalisasi gedung kompleks parlemen, maka penyamaian aspirasi hanya dapat
dilakukan dengan datang ke Jakarta. DPR pun pelan-pelan akan berhasil menuju
parlemen modern dengan semakin berfungsinya lembaga tersebut sesuai harapan dan
tuntutan rakyat.
3. Mengusulkan
perubahan UU tentang Pemilu Anggota DPR
Perubahan yang dimaksud di sini adalah
untuk memperketat syarat-syarat pencalonan diri seseorang sebagai anggota DPR
sehingga senayan hanya dihuni orang-orang berintegritas tinggi, berakhlak mulia,
dan pro rakyat.
4. Mengusulkan
DPR untuk lebih fokus menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislatif dan
bukan mesin pencari kesalahan lembaga eksekutif semata.
Akhir kata, andai adalah andai. Sebuah mimpi yang sempurna pun tidak
akan pernah berakhir menjadi nyata apabila tidak perjuangkan. Untuk itu, mari
bersama-sama kita sembuhkan Indonesia dengan segenap usaha. DPR siap menuju
parlemen modern!
Palangka
Raya, 30 September 2015