Judul : Fairish
Penulis : Esti Kinasih
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun
Terbit : 2004
Halaman : 312 halaman
Sinopsis
“Lo pura-pura jadi pacar gue ya,
Rish? Biar gue nggak dikerubutin cewek-cewek centil itu,” pinta Davi.
“Tapi... konsekuensinya, Dav,” ujar
Irish pelan.
“Elo punya cowok?” Kali ini ganti
Davi yang tersentak kaget. “Atau... lagi ada yang elo suka?”
Irish buru-buru geleng kepala.
“Bukan gitu. Kalo mereka nyangka kita beneran...”
“Biarin aja. Bagus malah!” Davi
menggenggam kedua tangan Irish.
Akhirnya
Irish menerima permintaan Davi meskipun dengan setengah hati. Tapi setelah
dijalani, Irish senang kok menjadi satu-satunya cewek yang paling dekat dengan
Davi, walau cuma untuk sementara dan tanpa ada ikatan apa-apa.
Irish
emang nggak secantik Penelope Cruz. Dia cuma cewek biasa, yang disekolah pun
sama sekali nggak ngetop. Karena itu Davi merasa aman, soalnya dia merasa nggak
bakalan naksir Irish. Tapi saat muncul cowok lain yang bikin Irisht terpikat,
kok Davi jadi nggak rela kehilangan Irish, ya?
***
Sebetulnya, dari blurb yang ada di
belakang novelnya pun, udah ketahuan banget akhirnya bakal gimana. Tapi, yang
namanya ide itu, menurutku, gak ada yang 100% baru. Dan kayaknya si Mbak Esti juga
berpikiran sama (Taunya enggak. Malu deh! -_-“). Jadi, dia tetap berani
mengambil tema yang sebetulnya udah lumayan pasaran saat itu karena tahu setiap
orang punya cara yang berbeda-beda untuk menyampaikan sebuah cerita.
Aku sih, lumayan suka sama gaya
penulisannya Mbak Esti. Simpel, ringan, dan gaul. Aku juga gak terganggu sama bahasa
lo-gue yang ada di novel ini. Soalnya, novel ini pakai sudut pandang orang
ketiga (dia, ia, atau nama), jadi pemakaian kata-katanya gak labil. Kadang, aku
merasa terganggu sama ketidakkonsistenan beberapa penulis (yang pakai sudut
pandang orang pertama) narasinya pakai ‘aku’ terus dialognya pakai ‘gue’. Aku,
sih, gak tau apakah memang orang di Jakarta suka begitu? Kalau ngomong dalam
hati atau sama gebetan pakai ‘aku’, tapi kalau sama temen pakai ‘gue’? Tapi,
aku suka terganggu aja sama pemakaian kadang ‘aku’ kadang ‘gue’ ini, kecuali
dia ngomong sama guru atau orang yang lebih tua baru wajarlah pemakaian
‘gue’nya diganti ‘saya’. Aku cuma agak terganggu sama penggunaan kata ‘mungil’
yang terlalu banyak. Entah kenapa jatuhnya malah ngebayangin Adul, padahal di
covernya mah si Irish gak mungil-mungil banget. -_-“
Lanjut ke cerita. Ceritanya
sebenarnya pasaran, tapi cara penulisan Mbak Esti bisa bikin kita senyum
dibeberapa bagian yang lucu. Cuman, cerita tentang Metha cs itu (kalau
menurutku) terlalu bertele-tele. Jadi, pas tengah-tengah baca aku jadi bosen
dan mikir, “Ini lebih dari setengah novel cuma baru ngejelasin sampe sini
doang?” sedangkan pas bagian ceritanya udah mulai serius, yaitu pas kedatangan
Alfa, eh, ceritanya malah terasa lebih pendek dari adegan-adegan Metha cs yang
sebetulnya cuma cerita sampingan. Mungkin, karena efek adegan Metha cs ini juga
panjang, akhir ceritanya jadi terasa terburu-buru, disingkat-singkatin biar
cepet selesai. Alur dan porsi ceritanya terasa kurang tepat aja gitu.
Selanjutnya genre. Genre novel ini
masuknya ke teenlit, tapi aku merasa genre yang tepat adalah fantasi (khayalan).
Lho, kenapa? Pertama, cewek satu sekolah naksir sama cowok yang sama adalah hal
yang gak mungkin. Kedua, cewek biasa-biasa aja ditaksir sama dua cowok rebutan
sekolah itu semakin gak mungkin. Ketiga, cewek-cewek yang suka sama cowok yang
sama membuat geng, lalu memaksa anak-anak satu sekolah yang jumlahnya ada 2500
orang untuk gak datang ke pertandingan si cowok itu karena cinta mereka di
tolak dengan memberikan sogokan 10.000 ribu rupiah adalah hal yang lebih gak
mungkin. Dan yang pasti, ada banyak hal yang membuat novel ini semakin gak
mungkin untuk terjadi di dunia remaja sungguhan. Aku gak bilang kalau berkhayal
itu adalah hal yang buruk, tapi kalau mau membuat sesuatu yang gak mungkin
terjadi bisa terjadi, mending buat novel fantasi sungguhan aja kayak Harry
Potter atau Percy Jackson, tidak akan ada yang mencela. Tapi, kalau teenlit?
Teenlit itu ‘kan seputar dunia remaja. Aku sebagai remaja merasa dunia remajaku
gak ekstrem itu kok, gak ada diantara remaja di sekitarku juga yang rela
mengeluarkan uang hingga puluhan juta hanya karena ingin mendapatkan cowok yang
dia suka. Padahal, anak orang kaya di sekolahku juga bejibun, tapi gak ada yang
se’gila’ Metha cs. Soalnya lagi, menurutku, salah satu ciri novel teenlit yang
bagus itu adalah bisa membuat kita merasa masuk ke dalam cerita. Kalau setting-nya dunia remaja, tapi menurut
remaja itu gak terjadi di dunia remaja, gimana si remaja bisa merasa masuk ke
dalam cerita? Mungkin, pemikiranku aja yang terlalu rasional. Tapi, buat remaja
labil lain sih pasti ada yang suka cerita yang sebetulnya gak mungkin
karena merasa gak cuma dia yang mengkhayalkan itu dan ternyata itu bisa jadi
kenyataan (padahal cuma di dalam kehidupan pemeran utama di novel). Walaupun
sebetulnya novel model begini terasa PHP kalau tak kunjung jadi kenyataan.
Udahlah, daripada semakin gaje dan
yang baca bingung aku nulis apa, langsung aja, 3 bintang buat novel ini. Semoga
karya-karya Mbak Esti yang semakin bagus lagi. XD
·
Tambahan: Buat yang pengen baca
novelnya, bisa beli ditokbuk terdekat karena perasaan masih diproduksi deh atau kalau mau udah tersedia versi e-book yang bisa di download di sini. Happy reading!