Menu

Fashion Trendy
  • Drop Down

    • Abstract
    • Model
    • Techo
    • Options
  • Photography Pictures Product

    Drop Menu

    • Crystal
    • Digital
    • Graphs
    • Settings
  • Menu

    Fairynas

    Saat segalanya masih berada di ujung pena

    • Home
    • Digital Art
      • Pics
        • SEO 1
        • SEO 2
      • CSS
        • CSS 1
        • CSS 2
        • CSS 3
        • CSS 4
        • CSS 5
      • Jquery
        • Jquery 1
        • Jquery 2
    • Fashion
      • Product 1
        • Sub Item
        • Sub Item
      • Product 2
        • Sub Item
        • Sub Item
    • Photography
    • Design
    Go
    Home » 3 bintang » Indonesian Romance Reading Challenge 2015 » New Authors Reading Challenge 2015 » Novel » Review » Young Adult Reading Challenge 2015 » Review Novel Fairish by Esti Kinasih

    Review Novel Fairish by Esti Kinasih


    Judul               : Fairish
    Penulis             : Esti Kinasih
    Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
    Tahun Terbit    : 2004
    Halaman          : 312 halaman


    Sinopsis
                “Lo pura-pura jadi pacar gue ya, Rish? Biar gue nggak dikerubutin cewek-cewek centil itu,” pinta Davi.
                “Tapi... konsekuensinya, Dav,” ujar Irish pelan.
                “Elo punya cowok?” Kali ini ganti Davi yang tersentak kaget. “Atau... lagi ada yang elo suka?”
                Irish buru-buru geleng kepala. “Bukan gitu. Kalo mereka nyangka kita beneran...”
                “Biarin aja. Bagus malah!” Davi menggenggam kedua tangan Irish.
    Akhirnya Irish menerima permintaan Davi meskipun dengan setengah hati. Tapi setelah dijalani, Irish senang kok menjadi satu-satunya cewek yang paling dekat dengan Davi, walau cuma untuk sementara dan tanpa ada ikatan apa-apa.
    Irish emang nggak secantik Penelope Cruz. Dia cuma cewek biasa, yang disekolah pun sama sekali nggak ngetop. Karena itu Davi merasa aman, soalnya dia merasa nggak bakalan naksir Irish. Tapi saat muncul cowok lain yang bikin Irisht terpikat, kok Davi jadi nggak rela kehilangan Irish, ya?
    ***
                Sebetulnya, dari blurb yang ada di belakang novelnya pun, udah ketahuan banget akhirnya bakal gimana. Tapi, yang namanya ide itu, menurutku, gak ada yang 100% baru. Dan kayaknya si Mbak Esti juga berpikiran sama (Taunya enggak. Malu deh! -_-“). Jadi, dia tetap berani mengambil tema yang sebetulnya udah lumayan pasaran saat itu karena tahu setiap orang punya cara yang berbeda-beda untuk menyampaikan sebuah cerita.
                Aku sih, lumayan suka sama gaya penulisannya Mbak Esti. Simpel, ringan, dan gaul. Aku juga gak terganggu sama bahasa lo-gue yang ada di novel ini. Soalnya, novel ini pakai sudut pandang orang ketiga (dia, ia, atau nama), jadi pemakaian kata-katanya gak labil. Kadang, aku merasa terganggu sama ketidakkonsistenan beberapa penulis (yang pakai sudut pandang orang pertama) narasinya pakai ‘aku’ terus dialognya pakai ‘gue’. Aku, sih, gak tau apakah memang orang di Jakarta suka begitu? Kalau ngomong dalam hati atau sama gebetan pakai ‘aku’, tapi kalau sama temen pakai ‘gue’? Tapi, aku suka terganggu aja sama pemakaian kadang ‘aku’ kadang ‘gue’ ini, kecuali dia ngomong sama guru atau orang yang lebih tua baru wajarlah pemakaian ‘gue’nya diganti ‘saya’. Aku cuma agak terganggu sama penggunaan kata ‘mungil’ yang terlalu banyak. Entah kenapa jatuhnya malah ngebayangin Adul, padahal di covernya mah si Irish gak mungil-mungil banget. -_-“
                Lanjut ke cerita. Ceritanya sebenarnya pasaran, tapi cara penulisan Mbak Esti bisa bikin kita senyum dibeberapa bagian yang lucu. Cuman, cerita tentang Metha cs itu (kalau menurutku) terlalu bertele-tele. Jadi, pas tengah-tengah baca aku jadi bosen dan mikir, “Ini lebih dari setengah novel cuma baru ngejelasin sampe sini doang?” sedangkan pas bagian ceritanya udah mulai serius, yaitu pas kedatangan Alfa, eh, ceritanya malah terasa lebih pendek dari adegan-adegan Metha cs yang sebetulnya cuma cerita sampingan. Mungkin, karena efek adegan Metha cs ini juga panjang, akhir ceritanya jadi terasa terburu-buru, disingkat-singkatin biar cepet selesai. Alur dan porsi ceritanya terasa kurang tepat aja gitu.
                Selanjutnya genre. Genre novel ini masuknya ke teenlit, tapi aku merasa genre yang tepat adalah fantasi (khayalan). Lho, kenapa? Pertama, cewek satu sekolah naksir sama cowok yang sama adalah hal yang gak mungkin. Kedua, cewek biasa-biasa aja ditaksir sama dua cowok rebutan sekolah itu semakin gak mungkin. Ketiga, cewek-cewek yang suka sama cowok yang sama membuat geng, lalu memaksa anak-anak satu sekolah yang jumlahnya ada 2500 orang untuk gak datang ke pertandingan si cowok itu karena cinta mereka di tolak dengan memberikan sogokan 10.000 ribu rupiah adalah hal yang lebih gak mungkin. Dan yang pasti, ada banyak hal yang membuat novel ini semakin gak mungkin untuk terjadi di dunia remaja sungguhan. Aku gak bilang kalau berkhayal itu adalah hal yang buruk, tapi kalau mau membuat sesuatu yang gak mungkin terjadi bisa terjadi, mending buat novel fantasi sungguhan aja kayak Harry Potter atau Percy Jackson, tidak akan ada yang mencela. Tapi, kalau teenlit? Teenlit itu ‘kan seputar dunia remaja. Aku sebagai remaja merasa dunia remajaku gak ekstrem itu kok, gak ada diantara remaja di sekitarku juga yang rela mengeluarkan uang hingga puluhan juta hanya karena ingin mendapatkan cowok yang dia suka. Padahal, anak orang kaya di sekolahku juga bejibun, tapi gak ada yang se’gila’ Metha cs. Soalnya lagi, menurutku, salah satu ciri novel teenlit yang bagus itu adalah bisa membuat kita merasa masuk ke dalam cerita. Kalau setting-nya dunia remaja, tapi menurut remaja itu gak terjadi di dunia remaja, gimana si remaja bisa merasa masuk ke dalam cerita? Mungkin, pemikiranku aja yang terlalu rasional. Tapi, buat remaja labil lain sih pasti ada yang suka cerita yang sebetulnya gak mungkin karena merasa gak cuma dia yang mengkhayalkan itu dan ternyata itu bisa jadi kenyataan (padahal cuma di dalam kehidupan pemeran utama di novel). Walaupun sebetulnya novel model begini terasa PHP kalau tak kunjung jadi kenyataan.
                Udahlah, daripada semakin gaje dan yang baca bingung aku nulis apa, langsung aja, 3 bintang buat novel ini. Semoga karya-karya Mbak Esti yang semakin bagus lagi. XD

    ·         Tambahan: Buat yang pengen baca novelnya, bisa beli ditokbuk terdekat karena perasaan masih diproduksi deh atau kalau mau udah tersedia versi e-book yang bisa di download di sini. Happy reading!

    Follow @fairynas

    Hilda Febrina
    Add Comment
    3 bintang Indonesian Romance Reading Challenge 2015 New Authors Reading Challenge 2015 Novel Review Young Adult Reading Challenge 2015
    Senin, 12 Januari 2015

    facebook

    twitter

    google+

    fb share

    About Hilda Febrina

    Related Posts
    < Previous Post Next Post >

    Blog Archive

    • ►  2021 (1)
      • ►  Maret (1)
    • ►  2016 (3)
      • ►  November (1)
      • ►  Mei (1)
      • ►  Januari (1)
    • ▼  2015 (5)
      • ►  Desember (2)
      • ▼  Januari (3)
        • Review Novel Fairish by Esti Kinasih
        • Review Novel HEX HALL #1 by Rachel Hawkins
        • Review Novel Let Go by Windhy Puspitadewi
    • ►  2014 (1)
      • ►  Desember (1)
    Diberdayakan oleh Blogger.

    Labels

    • 3 bintang
    • Essai
    • Hari Primata Indonesia
    • Indonesian Primate Day
    • New Authors Reading Challenge 2015
    • Novel
    • OuTrop
    • Penulis
    • Profauna
    • Review
    • contoh essai
    • fantasi
    • fantasy
    • jadi anggota dpr
    • lcc 4 pilar
    • lcc mpr ri
    • lomba
    • lomba cerdas cermat
    • medspin 2015
    • medspin fk unair
    • parlemen remaja 2015
    • pengalaman
    • rayon banjarmasin

    Mengenai Saya

    Foto saya
    Hilda Febrina
    Berpikir seperti proton, bersikap seperti neutron, dan terlihat seperti elektron. Begitulah hidup.
    Lihat profil lengkapku

    TWITTER

    Tweets by @Fairynas

    Social Share

    Facebook  Twitter  Instagram

    Weekly Posts

    • Contoh Essai Parlemen Remaja
      Haiii... Aku kembali nih, kali aku mau publish essai aku yang aku ikutkan ke ajang Parlemen Remaja 2015 kemarin. Jadi, tadi pagi ada sala...
    • Medspin FK UNAIR 2015: Part 1
      Medspin ( Medical Science and Application Competition) adalah olimpiade kedokteran yang tiap tahun diadakan oleh Universitas Airlangga....
    • Review Novel Let Go by Windhy Puspitadewi
      Judul                : Let Go Penulis              : Windhy Puspitadewi Penerbit            : Gagasmedia Tahun Terbit     : 200...
    • Review Novel Fairish by Esti Kinasih
      Judul                : Fairish Penulis              : Esti Kinasih Penerbit            : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit  ...
    • Medspin FK UNAIR 2015: Part 2
      Medspin FK UNAIR 2015: Part 2             Hai, guys ...’-‘)/  Setelah sebelumnya aku udah cerita tentang pengalamanku ikut babak penyisi...
    • Review Novel HEX HALL #1 by Rachel Hawkins
      Judul                : HEX HALL Penulis              : Rachel Hawkins Penerjemah       : Dina Begum Penerbit            : Ufuk P...
    • LCC 4 Pilar MPR RI Tingkat Kota 2015
                  Hai... Apa kabar semua? Kali ini aku mau cerita tentang pengalamanku mengikuti LCC 4 Pilar MPR RI tingkat Kota Palangka Raya...
    • Alasan Mengapa Kita Harus Turut Melestarikan Orangutan
             Beberapa minggu lalu, tepatnya tanggal 16 Januari 2016, seorang teman berkata kepada saya, “Kenapa juga kita harus turut melestar...
    • First, Second, and Third
      "Selalu ada kali pertama untuk segalanya."     Sudah enggak asing sama kalimat di atas, kan? Entah siapa orang yan...
    • Untuk Arsip
       

    Like us On Facebook

    link hidup tidak akan tampil di sini!"; content[i].className = "spammer-detected"; } } } blockLinks('comment_block', 'p'); //]]>